Betawi mempunyai kebudayaan yang terdiri dari :
Lenong, Tari Cokek,. Dan memiliki alat music seperti : Rebana, samrah, gambang
kromo. Dan betawi mempunyai makanan khas lebaran diantaranya : ketupat lebaran,
dodol betawi,akar kelapa, tape uli,
©Lenong adalah teater tradisional Betawi. Kesenian tradisional ini diiringi musik gambang
kromong dengan alat-alat musik seperti gambang, kromong, gong, kendang,
kempor, suling, dan kecrekan, serta alat musik
unsur Tionghoa
seperti tehyan, kongahyang, dan sukong. Lakon atau skenario
lenong umumnya mengandung pesan moral, yaitu menolong yang lemah, membenci
kerakusan dan perbuatan tercela. Bahasa yang digunakan dalam lenong adalah bahasa Melayu
(atau kini bahasa Indonesia) dialek Betawi.
©Tari Cokek merupakan tarian yang berasal dari budaya Betawi Tempo
Doloe. Dewasa ini orkes gambang kromong biasa digunakan untuk mengiringi tari
pertunjukan kreasi baru, pertunjukan kreasi baru, seperti tari Sembah Nyai,
Sirih Kuning dan sebagainya, disamping sebagai pengiring tari pergaulan yang
disebut tari cokek. Tari cokek ditarikan berpasangan antara laki-laki dan
perempuan. Tarian khas Tanggerang ini diwarnai budaya etnik China. Penarinya
mengenakan kebaya yang disebut cokek. Tarian cokek mirip sintren dari Cirebon
atau sejenis ronggeng di Jawa Tengah. Tarian ini kerap identik dengan
keerotisan penarinya, yang dianggap tabu oleh sebagian masyarakat.
©Samrah adalah salah satu budaya Betawi. Orkes samrah berasal dari
Melayu sebagaimana tampak dari lagu-lagu yang dibawakan seperti lagu Burung
Putih, Pulo Angsa Dua, Sirih Kuning, dan Cik Minah dengan corak Melayu,
disamping lagu lagu khas Betawi, seperti Kicir-kicir, Jali-jali,
Lenggang-lenggang Kangkung dan sebagainya. Tarian yang biasa di iringi orkes
ini disebut Tari Samrah. Gerak tariannya menunjukkan persamaan dengan umumnya
tari Melayu yang mengutamakan langkah langkah dan lenggang lenggok berirama,
ditambah dengan gerak-gerak pencak silat, seperti pukulan, tendangan, dan
tangkisan yang diperhalus. Biasanya penari samrah turun berpasang-pasangan.
Mereka menari diiringi nyanyian biduan yang melagukan pantun-pantun bertherna
percintaan dengan ungkapan kata-kata merendahkan diri seperti orang buruk rupa
hina papa tidak punya apa-apa
©Rebana adalah gendang berbentuk bundar dan pipih. Bingkai
berbentuk lingkaran dari kayu yang dibubut, dengan salah satu sisi untuk ditepuk
berlapis kulit kambing.
Kesenian di Malaysia,
Brunei,
Indonesia
dan Singapura yang sering memakai rebana adalah musik irama padang pasir,
misalnya, gambus,
kasidah
dan hadroh.
Bagi masyarakat Melayu
di negeri Pahang,
permainan rebana sangat populer, terutamanya di kalangan penduduk di sekitar Sungai Pahang.
Tepukan rebana mengiringi lagu-lagu tradisional seperti indong-indong, burung
kenek-kenek, dan pelanduk-pelanduk. Di Malaysia, selain rebana berukuran biasa,
terdapat juga rebana besar yang diberi nama Rebana Ubi,
dimainkannya pada hari-hari raya untuk mempertandingkan bunyi dan irama.
©GAMBANG KROMONG
Sebutan Gambang Kromong di
ambil dari nama dua buah alat perkusi, yaitu gambang dan kromong. Bilahan Gambang yang berjumlah 18 buah, biasa
terbuat dari kayu
suangking, huru batu atau kayu jenis lain yang empuk bunyinya bila
dipukul. Kromong biasanya dibuat
dari perunggu
atau besi,
berjumlah 10 buah (sepuluh pencon).
Orkes Gambang Kromong merupakan perpaduan yang serasi antara unsur-unsur pribumi
dengan unsur Tionghoa.
Secara fisik unsur Tionghoa tampak pada alat-alat musik gesek yaitu Tehyan,
Kongahyan dan Sukong, sedangkan alat musik lainnya yaitu gambang,
kromong, gendang, kecrek dan gong merupakan unsur pribumi. Perpaduan kedua
unsur kebudayaan tersebut tampak pula pada perbendarahaan lagu-lagunya.
©KETUPAT LEBARAN
Hidangan yang wajib ada saat lebaran adalah ketupat, baik lebaran puasa
(Iedul Fitri) maupun lebaran haji (Iedul Adha). Tidak ada lebaran kalau tidak
ada ketupat, itu lah pengistilahan untuk ketupat saat lebaran. Mungkin bukan
tradisi di Betawi saja, di daerah lain di Indonesia juga hidangan ketupat
lebaran menjadi tradisi turun menurun, bahkan di Asia Tenggara seperti
Malaysia, Singapura, dan Brunei.Makanan yang berbahan dasar beras yang
dibungkus dengan daun kelapa ini sangat diidentikkan dengan lebaran. Biasanya
disajikan dengan sayur labuh, opor ayam, atau semur daging. Tradisi hidangan
ketupat lebaran yang turun menurun ini selalu disuguhkan ketika lebaran tiba.
©DODOL BETAWI
Bagi masyarakat Betawi, proses pembuatan dodol tersirat makna sosial di
dalamnya. Proses pembuatannya yang sulit dibutuhkan semangat bergotong royong
dan semangat kebersamaan. Dari sini lah dibutuhkan kerja sama dan secara tidak
langsung tali silaturahmi antar keluarga makin erat terjalin.
Tapi kini, sudah tidak ada keriangan membuat dodol betawi yang khas itu,
bukan hanya saya yang berasal dari masyarakat Betawi di Bekasi, ketika
mengunjungi keluarga yang berasal dari masyarakat Betawi lain seperti di
Jakarta, punya cerita yang sama. Mungkin adanya kesibukan masing-masing
keluarga, atau adanya pergeseran kebiasaan yang tidak bisa dipertahankan dari
tahun ke tahun semakin menghilang karena satu atau lain sebab.
©AKAR KELAPA
Makanan yang menyerupai bentuk akar yang berbahan tepung beras putih,
kelapa, tepung sagu dan bahan-bahan lainnya dulunya sering sekali dibuat saat
lebaran. Dari tahun ke tahun sewaktu kecil, beberapa hari sebelum lebaran sudah
sibuk membuat makanan ini. Tanpa disadari, kini kebiasaan membuat akar kepala
pun hilang.
©TAPE ULI
Makanan ini juga hidangan yang selalu ada saat lebaran, baik di keluarga
besar saya maupun keluarga betawi lain di satu kampung masih menghidangkan
makanan ini saat lebaran. Makan ini terdiri dari dua makanan, yaitu tape beras
ketan merah dan uli sendiri merupakan campuran beras ketan putih dan kelapa
yang dikukus.
Uli yang dicocol (dicampur) tape saat memakannya, membuat makanan
ini sangat nikmat, menjadikan makanan ini salah satu makanan favorit masyarakat
Betawi.
Tari Cokek
Kemeriahan Gaya Betawi
Masyarakat Betawi memiliki sejarah panjang sebagaimana terbentuknya kota
Jakarta sebagai tempat domisili asalnya. Sebagai sebuah kota dagang yang ramai,
Sunda Kelapa (nama Jakarta tempo dulu) disinggahi oleh berbagai suku bangsa.
Penggalan budaya Arab, India, Cina, Sunda, Jawa, Eropa, dan Melayu seakan
berbaur menjadi bagian dari karakteristik kebudayaan Betawi masa kini. Tradisi
budaya Betawi laksana campursari dari beragam budaya dan elemen etnik masa
silam yang secara utuh menjadi budaya Betawi kini. Kemeriahan budaya Betawi
juga terwakili melalui tata cara pernikahan Betawi.
Pada tata cara pernikahan Betawi, ada banyak serangkaian prosesi. Berikut kami
paparkan rangkaian upacara pernikahan gaya Betawi yang masih dilakoni oleh
sebagian besar masyarakat Betawi.
NGEDELENGIN
Didahului masa perkenalan melalui mak comblang yang disebut Ngedelengin.
Ngedelengin bisa dilakukan beberapa kali dan dalam jangka waktu bervariasi
mulai dari satu atau dua bulan sampai satu tahun. Hal ini sedikit banyak
tergantung pada kesigapan si gadis menghadapi jenjang pernikahan. Namun seiring
dengan kemajuan jaman, fungsi mak comblang dan proses ngedelengin sudah jarang
diperlukan. Pasalnya, si pria sudah bisa menemukan tambatan hati sendiri,
sekaligus memiliki kesanggupan untuk menentukan pilihannya untuk menuju
mahligai perkawinan.
NGELAMAR
Ngelamar merupakan pernyataan resmi dari pihak keluarga laki-laki untuk
menikahkan putranya kepada pihak calon mempelai perempuan. Ngelamar dilakukan
oleh beberapa orang utusan yang disertai dengan membawa sejumlah barang bawaan
wajib seperti uang sembah lamaran, baju atau bahan pakaian wanita, serta
beberapa perlengkapan melamar lainnya. Setelah Ngelamar selesai, acara yang
sangat menentukan pun dilanjutkan yakni membicarakan masalah mas kawin, uang
belanja, plangkah (kalau calon mendahului kakaknya), dan kekudang (makanan
kesukaan calon mempelai wanita). Apabila bawa tande putus telah disepakati,
maka dilanjutkan dengan pembicaraan yang lebih rinci perihal apa dan berapa
banyak tande putus serta segala hal yang berkaitan dengan acara pernikahan.
BAWA TANDE PUTUS
Acara ini
hampir mirip dengan acara pertunangan. Tande putus bisa berupa apa saja, namun
orang Betawi biasanya memberikan tande putus berupa cincin belah rotan, uang
pesalin sekadarnya, serta aneka rupa kue. Tande putus ini sendiri artinya si
gadis atau calon none mantu telah terikat dan tidak dapat lagi diganggu oleh
pihak lain. Begitu pula dengan calon tuan mantu atau si pemuda. Setelah tande
putus diserahkan, maka berlanjut dengan menentukan tanggal dan hari pernikahan.
PIARE CALON NONE PENGANTEN
Setelah pembicaraan persiapan pernikahan selesai, kemudian calon pengantin
wanita akan dipiare (dipelihara) oleh tukang piare. Tujuannya yaitu untuk
mengontrol kegiatan, kesehatan dan memelihara kecantikan calon none mantu
menghadapi pernikahan. Selain perawatan fisik, juga dilengkapi program diet
dengan pantangan makanan tertentu untuk menjaga berat tubuh ideal calon
mempelai wanita.
SIRAMAN, DITANGAS, NGERIK DAN MALEM
PACAR
Acara siraman atau memandikan calon mempelai wanita diadakan sehari sebelum
akad nikah dan biasanya diawali dengan pengajian. Setelah acara siraman, calon
mempelai wanita menjalani upacara tangas (semacam mandi uap). Perawatan
dimaksudkan untuk menghaluskan dan mengharumkan kulit tubuh sekaligus
mengurangi keringat pada saat hari pernikahan. Berikutnya adalah prosesi ngerik
atau mencukur bulu kalong dan membuatkan centung pada rambut di kedua sisi pipi
di depan telinga. Kemudian dilanjutkan dengan malem pacar, malam dimana mempelai wanita memerahkan kuku kaki
dan tangannya dengan pacar.
AKAD NIKAH
Puncak adat Betawi adalah Akad nikah. Meriah dan penuh warna-warni, demikian
gambaran dari tradisi pernikahan adat Betawi menjelang akad nikah. Diiringi
suara petasan, rombongan keluarga mempelai pria berjalan memasuki depan rumah
kediaman mempelai wanita sambil diiringi oleh ondel-ondel, tanjidor serta
marawis (rombongan pemain rebana yang menyanyikan lagu berbahasa Arab). Bahkan
dahulu, rombongan calon mempelai pria berjalan sambil menuntun kambing.
BUKA PALANG PINTU
Sesampainya di depan rumah terlebih dulu diadakan prosesi buka palang pintu,
berupa berbalas pantun dan adu silat antara wakil dari keluarga pria dan wakil
dari keluarga wanita. Prosesi tersebut dimaksudkan sebagai ujian bagi mempelai
pria sebelum diterima sebagai calon suami yang akan menjadi pelindung bagi
mempelai wanita sang pujaan hati. Uniknya, dalam setiap petarungan silat, jago
dari pihak mempelai wanita pasti dikalahkan oleh jagoan mempelai pria.
DI PUADE
Selain itu ada pula prosesi di puade. Setelah kedua mempelai duduk di puade
(pelaminan), tukang rias membuka roban tipis yang menutupi kepala mempelai
wanita. Selanjutnya mempelai pria memberikan sirih dare kepada mempelai wanita
sebagai lambang cinta kasih. Biasanya di dalam sirih diselipkan uang sebagai
uang sembe (seserahan).